PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
INVESTASI MASA DEPAN
Oleh: Suparidi, SPd, MMPd / Kang Prabu
(Penilik PNFI Kec. Gempol, Kab.
Cirebon)
Anak merupakan
investasi yang sangat penting bagi penyiapan sumber daya manusia (SDM) di masa
depan. Dalam rangka mempersiapkan SDM yang berkualitas untuk masa depan,
pendidikan merupakan salah satu hal terpenting untuk diberikan sejak usia dini,
disamping juga anak harus dipenuhi kebutuhan lainnya, seperti misalnya
kebutuhan akan gizi. Pendidikan merupakan investasi masa depan yang diyakini
dapat memperbaiki kehidupan suatu bangsa dengan memberikan perhatian yang lebih
kepada anak usia dini untuk mendapatkan pendidikan, merupakan salah satu
langkah yang tepat untuk menyiapkan generasi unggul yang akan meneruskan perjuangan
bangsa.
Pendidikan
anak usia dini merupakan peletak dasar bagi perkembangan anak
selanjutnya. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang
pendidikan dasar, pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur
pendidikan formal, nonformal dan/atau informal, pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Atfhal (RA) atau bentuk
lain yang sederajat. Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk pendidikan anak
usia dini yang menyediakan program pendidikan bagi anak usia empat tahun sampai
memasuki pendidikan dasar. Pendidikan dan pembelajaran di TK merupakan suatu
upaya untuk membantu meletakkan dasar perkembangan semua aspek tumbuh kembang
bagi anak sebelum memasuki pendidikan dasar.
Anak
usia dini adalah anak yang berusia 0-6 tahun. Selama ini seringkali
pengembangan anak usia dini dibatasi untuk anak yang berusia 4-6 tahun saja,
yaitu mereka yang melakukan aktivitas di bangku taman kanak-kanak (TK) atau
kelompok bermain. Akibatnya, anak-anak usia 0-4 tahun tidak mendapat kesempatan
mendapatkan pendidikan yang layak, maka pendidikan yang didapat untuk anak yng
belum diperkenankan masuk TK atau RA dan pendidikan yang berbentuk lain seperti
PAUD-PAUD yang sedang berkembang diberbagai daerah.
Basis
dari pembelajaran TK
adalah untuk bersosialisasi, bermain, dan bergembira. Seharusnya semua
pengelola TK tahu akan hal itu, ternyata kesesuaian antara teori dan praktek
tidaklah selalu berjalan dengan harmonis. Pada kenyataannya banyak lembaga TK
bukan lagi tempat untuk bermain dan bergembira melainkan menghilangkan
kegembiraan anak yakni membebani anak dengan pelajaran yang bersifat skolastik,
seperti membaca, menulis, berhitung, bahkan imla/dikte. Pelajaran skolastik
seperti itu jelas melebihi porsi untuk anak TK.
Seharusnya
pelajaran skolastik untuk anak TK diberikan melalui bermain, dan bukan seperti
pelajaran skolastik yang selama ini terjadi di SD. Akibatnya secara praktek
pelajaran skolastik ini berubah menjadi mata pelajaran seperti di SD dan
mendapat perhatian lebih dari yang lain. Untuk
ukuran keberhasilan pun sudah bukan lagi kemajuan perilaku anak, pengembangan
daya cipta anak, daya pikir anak dan ketrampilan.
Usia
5-6 tahun merupakan masa penting untuk membentuk kepercayaan diri. Pada masa
ini anak masuk dalam tahap kategori tingkat initiative versus guilt, dimana ketika anak-anak menghadapi suatu
dunia sosial yang lebih luas, anak akan merasa lebih tertantang dari masa bayi.
Anak-anak diharapkan menerima tanggung jawab dengan apa yang dilakukan.
Beberapa
guru di lembaga pendidikan anak usia dini kurang memotivasi anak untuk
menggunakan pembelajaran aktif (learning
by doing). Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan
pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas guru, bukan pendekatan
pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas anak. Pada pembelajaran demikian,
guru lebih banyak mendominasi aktivitas pembelajaran, sedangkan anak pasif
sehingga proses belajar yang terjadi memasung pengembangan potensi anak.
Sehingga perlu pembinaan secara serius dalam sebuah kegiatan yang memang
sengaja diciptakan untuk menumbuhkan kembangkan kepercayaan diri
anak.
Salah
satu hal yang dapat diterapkan adalah mempersiapkan pembelajaran yang
memungkinkan anak mengembangkan kemampuannya secara optimal. Pengembangan
potensi anak secara optimal oleh para guru perlu diperhatikan dan merupakan hal
terpenting bagi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, apalagi
pendidik anak usia dini pada lembaga pendidikan formal.
Hal
tersebut sebenarnya merupakan dasar pemikiran atau rasional mengapa anak perlu
dan harus dikembangkan potensinya, jika keadaan ini terus menerus terjadi dan
berlangsung dalam jangka waktu lama, tentunya dapat menghambat pencapaian
tujuan pendidikan secara keseluruhan. Untuk mengatasi hal ini, guru perlu
mempertimbangkan penggunaan berbagai pendekatan pembelajaran yang memungkinkan
pengembangan potensi anak, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri.
Pendekatan
yang dimaksud adalah kegiatan bercerita. Penerapan kegiatan bercerita ini
merupakan salah satu pendekatan yang dapat dipertimbangkan, sebab melalui
penerapan kegiatan bercerita tersebut akan terkondisikan untuk melibatkan diri
anak secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dikemukakan oleh Soderman
dan Farrel bahwa Jika anak terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran maka
anak akan mengalami sendiri proses belajar itu. Dengan demikian anak akan mampu, memproses,
menemukan, dan mengembangkan potensi dalam dirinya terutama kepercayaan
diri.
Selain
itu, melalui penerapan kegiatan bercerita ini dapat membiasakan anak untuk
menjadi lebih terbuka mengekspresikan rasa senang dan rasa tidak senangnya
terhadap berbagai hal yang dialaminya dan berani tampil di depan kelas. Hal ini
sesuai dengan hakikat belajar itu sendiri, yakni memperoleh perubahan perilaku
yang bersifat permanen atau menetap yang dapat bermanfaat untuk menjalani
kehidupan selanjutnya dan tidak mungkin tercapai tanpa disertai upaya, motivasi
serta kemauan guru untuk lebih memahami dan melaksanakan peranan, tugas-tugas
dan fungsinya sebagai pengelola proses pembelajaran
Melalui kegiatan bercerita, kepercayaan diri
anak dapat ditingkatkan. Setelah diberi tindakan, anak akan lebih percaya diri
ketika bercerita di depan kelas, mampu mengungkapkan pendapatnya dengan baik.
Anak tidak malu lagi saat bergabung dengan anak lain dan mau berkomunikasi
dengan anak lain serta mengerjakan setiap kegiatan yang diberikan tanpa
mengeluh. Hal ini akan membuat anak menjadi orang yang memiliki kepercayaan
diri tinggi dan tidak mudah menyerah serta putus asa sebelum mencoba suatu
tantangan.
Agar penerapan kegiatan bercerita dapat
dioptimalkan dengan baik maka materi harus disesuaikan dengan karakteristik
anak, misalnya dalam pemilihan buku cerita yang akan digunakan, media yang
digunakan harus lebih menarik perhatian anak sehingga anak tidak merasa bosan
dengan kegiatan tersebut. Selain dua hal tersebut diatas, penerapan kegiatan
bercerita pun harus didukung dengan suasana kelas yang mendukung proses
kegiatan tersebut, yaitu dengan pengkondisian anak sebelum memulai kegiatan
bercerita, bahasa yang disampaikan guru dalam memberikan instruksi pada anak
harus jelas dan singkat serta mudah dipahami anak. Variasi kegiatan bercerita
yang dilakukan mampu menarik perhatian anak untuk mengikuti kegiatan bercerita
sampai akhir.
Dengan adanya penyajian dan pemberian kegiatan
bercerita yang dilakukan dengan menggunakan berbagai media yang bervariasi
dapat melatih kepercayaan diri anak untuk melakukan setiap kegiatan baru tanpa
adanya ketakutan dalam diri untuk mencoba.
Posting Komentar
dilarang menulis spam